Rabu, 26 April 2017

Menerjemahkan Lagu Rek Ayo Rek Dari Jawa Timur

Saya akan menerjemahkan sebuah lagu yang berasal dari Jawa Timur untuk sedikit memahami isi lagu tersebut. Saya akan membuat sebuah karya tulis kecil yang mungkin dapat membantu untuk memahami lagu yang akan saya bahas ini. Lagu yang sangat mungkin sudah sering di dengarkan orang masyarakat terutama masyarakat jawa khususnya jawa timur. Kenapa saya ambil lagu ini karena lagu itu merupakan lagu daerah saya, jadi maksud saya agak lebih memudahkan saya dalam menerjemahkan sebuah lagu ini. Dan bisa memberikan sedikit pemahaman tentang lagu ini kepada beberapa masyrakat yang belum pernah dengar lagu tersebut. Saya menerjamahkan ini beberapa menggunakan translate, tapi banyak saya terjemakan dengan pengetahuan bahasa jawa saya. Meski sedikit kurang terlalu merajai bahasa jawa itu sendiri saya.

Rek Ayo Rek

Rek ayo rek mlaku mlaku ning tunjungan
Rek ayo rek rame rame bebarengan

Cak ayo cak sopo gelem melu aku
Cak ayo cak golek kenala cah ayu

Ngalor ngidul lewat toko ngumbah moto
Masih yo mung nyenggal nyenggol ati lega

Sopo ngerti nasib awak lagi mujur
Kenal anak’e sing dodol rujak cingur

Jok dipikir kon podho gak duwe sangu
Jok dipikir angger podho gelem maku

Mangan tahu jok di campur nganggo timun
Malam minggu gak apik digowo nglamun

Translate :

Kawan Ayo Kawan

Kawan ayo kawan jalan-jalan ke Tunjungan
Kawan ayo kawan ramai-ramai bersamaan

Kak ayo kak siapa yang mau ikut saya
Kak ayo kak cari kenalan perempuan cantik

Kesan kesini lewat toko menggunakan motor
Ada hanya untuk bersenggolan membuat hati lega

Siapa tau nasip saya lagu baik
Kenal dengan anaknya yang jualan rujak cingur

Jangan dipirkan kamu tidak punya uang sangu
Jangan di pikir anggar mau dengan aku

Makan tahu jangan di campur dengan timun
Malam minggu tidak bagus di bawa ngelamun

Lagu ini menceritakan sebuah pertemana yang mengajak temannya untuk jalan saat malam minggu untuk mencari hiburan jangan hanya diam sendiri dirumah. Dia mengajak untuk jalan-jalan ke daerah namanya tunjungan dan mencari-cari perempuan disana siapa tau saja dapat sambil makan rujak cingur. Lagu ini merupakan lagu yang merupakan lagu yang mungkin di kalangan orang dewasa sudah biasa di dengar dan terkadang anak-anak sudah banyak dengar.

Mengenai lagu ini saya menemukan suasan dimana sebuah pertemanan yang erat untuk tak membiarkan temannya sendiri saat malam. Mengajak untuk ramai-ramai berjalan bersama agak tak gundah memikirkan yang pusing di pirkan. Suasana romantis pun ada di dalam lagu tersebut sisi dimana pertemanan yang akrab. Lagu ini juga seraya memberikan sebuah makna untuk jalan-jalan lepes penat tak usah terlalu memikirkan uang berlebihan bersama teman. Cukup dengan makan biasa seperti hanya makan rujak cingur setelah jalan-jalan saja di pinggiran toko.

“Ada hanya untuk bersenggol membuat hati lega” menurut saya itu maksud dari kata-kata itu saat jalan-jalan disana meski hanya bersenggolan dengan seseorang wanita. Mungkin kita dapat bahagia dan membuat hati lega meskitak sengaja siapa tau saja saat bersenggolan membuat jatuh cinta. Dan mungkin maksud lirik ini adalah ayoo lah berjalan berdian diri meski dan mungkin hanya untuk bersenang-senang siapa tau tiba-tiba dapat keberuntungan tak di sengaja.

Dari lirik lagu di bait pertama “Kawan ayo kawan jalan-jalan ke Tunjungan” dari lirik itu terdapat kata Tunjungan dan itu bermaksudkan adalah sebuah tempat pembelajaan yang terdapat di Jawa Timur, dan tepatnya di Surabaya. Dari lagu ini kta juga dapat mendapat satu tempat tujuan belanja yang terdapat di daerah Jawa Timur sebagai tujuan para wisatawan yang ingin berbelanja dan mungkin hanya mampir untuk jalan-jalan dan melihat-melihat disana.

Dari lirik lagu “Kenal dengan anaknya yang jualan rujak cingur” itu terdapat kata-kata mungkin di artikan saat makan rujak karna asik berbincang dan sepaham dengan penjualnya sehingga dapat di kenalkan dengan anaknya. Tapi itu asumsi saya semata yang mungkin menuju kesana. Saat jalan malam minggu dan asik bercakap dengan penjual mendapatkan gadis pula meski hanya dengan makan rujak cingur di pinggir jalan.

Sekian penjelasan saya mungkin bisa membantu untuk maksud dari lagu ini yang belum bisa memahaminya. Meski mungkin saya kurang baik untuk menerjemahkam lagu tersebut dengan baik. Terima kasih sekian.

Senin, 24 April 2017

PENGADILAN PUISI



Taufiq Ismail : Harian kompas 4 september 1974 menyiarkan acara baca puisi di bandung, “selain pembacaan puisi juga akan diadakan pengadilan puisi,” tulis Kompas “yaitu penialaina terhadap puisi indonesia modern, yang di tulis oleh penyair-penyair kita.” acara di buka untuk umum.

Apa yang di maksud dengan Pengadilan Puisi Indonesia mutakhir itu. Rupanya kawan-kawan di Bandung ini ingin mencari suatu bentuk lain dalam membicarakan kesusastraan, dalam hal ini puisi. Bentuk seminar, simposium, diskusi panel dianggap menjemukan. Bagaimana kalau dicari suatu bentuk yang tidak menjemukan, lucu, tapi juga bersungguh-sungguh. Konon menurut gagasan Darmanto, bentuk oengadilan bisa memenuhi persyaratan.

Slamet Kirnanto dijadikan jaksa, Majelis hakim ada dua orang, yaitu Hakim Ketua Sanento Yuliman, di dampingi hakim Darmanto Jt. Sejumlah saksi sudah terpilih. “ bagaimana kalau Bung dan Sapardi jadi pembela?” tanya penyelenggara. Tetapi Sapardi tidak dapat hadir karna tidak enak badan.

Suatu pertanyaan lagi : dalam pengadilan ini berapa kadar bersungguh-sungguh dan berapa kadar berjenaka-jenaka? Orang hanya bisa menebak-nebak karna tidak tau persis. Dan tidak semua orang tidak bisa menerima sastra diperguraukan. Jadi bagaimana ? coba sajalah. Kalau berhasil syukur, kalau tidak, itu resiko. Karena Sapardi tidak datang kemudian di gantikan oleh Handrawan Nadesul. Pengadilan ini di hadirin sekitar 200 orang di Aula Universitas Parahyangan itu.

Slamet Kirnanto kemudian membuat tuntutan, dengan judul semangat Zola 76 tahun yang lalu “Saya Mendakwa Kehidupan Puisi Indonesia Akhir-akhir Ini Tidak Sehat, Tidak Jelas dan Brengsek!”.

Tuntutan berbunyi begini : pertama, para kritikus yang tidak mampu lagi mengikuti perkembangan puisi mutakhir, khususnya HBJ dan MSH, harus “dipensiunkan” dari peranan yang pernah mereka meliki. Kedua, para editor majalah sastra khususnya Horison (Sapardi Djoko Damono) dicuti besarkan. (catatan : kenapa TI tidak, apakah canggung karna TI hadir sebagai pembela?) Ketiga, para penyair mapan seperti Subagio, Rendra, Goenawan, dan sebangsanya dilarang menulis puisi dan para epigonnya harus dikenakan hukum pembungan, kemudian inkarnasinya di buang pul ke pulau paling terpencil. Keempat dan terakhir, Horison dan Budaya Jaya harus di cabut SIT-nya dan yang sudah terbit selama ini nyatakan tidak berlaku, dan dilarang untuk di baca peminta sastra serta masyarakat umum sebab akan mengisruhkan perkembangan sastra dan puisi yang kita harapakan sehat dan wajar. Ini semua di dasarkan atas “Kutab Undang-undang Hukum Puisi”

Sebuah kursi kosong terletak di tengah ruangan pengadilan tempat duduk terdakwah yaitu : Puisi Mutakhir Indonesia. Para saksi-saksi silih beganti mendudukin kursi tersebut untuk memberi kesaksian. Barang kali ini mengandung perlambangan juga pada pengadilan itu : orang jadi lupa pada isi puisi itu sendiri, tapi lebih menyereweti serta bernyirnyir-nyinyir tentang orang-orangnya (penyair, kritikus, diri sendiri secara langsung atau tak langsung) dan tentang mediumnya.

Abdul Hadi mengatakan bahwa sastra Indonesia buruk, belum sebagus sastra Jawa Kuno. Sides beranggapan bahwa sesudah Chairil, tidak ada puisiditulis lagi di Indonesia. Saini kembali mengemukakan jalur persajakan Indonesia, di anatraanya yang paling nampak dewasa ini adalah jalur yang diciptakan Goenawan, disempurnakan Sapardi da diikuti Abdul Hadi. Atas pertanyaan pembela mengenai apa yang dinamakan “situasi brensek dan tidak jelas” dalam persajakan dewasa ini, Adri dan Yudhistira berpendapat bahwa “puisi Indonesia baik-baik dan sehat-sehat saja badannya”.

Vredi Kastam Marta, pengarang drama Syeh Sti Jenar merasa gusar karena dia capek -apek datang dari Sukabumi hanya untuk menonton “promosi murahan” ini, dan menganjurkan supaya hakim nanti sehabis acara “minta maaf kepada puisi Indonesia”. Rustandi Karta Kusuma menyebut pengadilan ini “permainan kana-kanak” dan sempat menyokong kesaksian Sides dengan berkata bahwa sudah pada tahun 1959 dia berpebdapat bawa sastra Indonesia sessudah Chairil, cuman Kitch. Hidayat LPD setuju oengadilan macam begini, menyokonh teori-Saini dan menjelaskan bahwa Abdul Hadi adalah penyair Epigon. (Abdul Hadi tidak menganggap ini bergurau dan dia dengan bergetar berteriak dan meyangkat berdiri menuding.) Sumartana mensinyalir bahwa dalam acara ini penyair onani bersama, berpuas-puas diri. Puisi sekarang tidak ada, yang ada hanyalah rangkaina kata. Dami N. Toda mengemukakan gejala epigonisme “universal”. Pembela menolak keempat diktum tuduhan jaksa dengan uraian penjang ebar dalam semangat pembelaan pengadilan plonco-plonci calon mahasiswa.

Sidang dihentikan sejenak untuk para hakim menyusun keputusan dengan mengindahkan Kitab Undang-undang Hukum Puisi, mempertimbangkan Hukum Adat serta membaca Cerita Adar.

Hakim Darmanto menolak semua tuntutan jaksa. Diputuskan pula bahwa PUisi Mutakhir Indonesia memang asa, cuman belum berkembang. Bunyi keputusan :

Pertama, para kritikus sastra tetap di izinkan untuk menulis dan mengembangkan kegiatan serta meneruskan eksistensinya, dengan catatan harus segera mengikuti kursus penaikan mutu dalam Sekolah Kritikus Sastra, yang akan segera didirikan.
Kedua, para redaktur Horszon tetap di izinkan terus memegang jabatan mereka, selama mereka tidak merasa malu. Bila dihendaki sendiri, mereka boleh mengundurkan sendiri.
Ketiga, para penyair mapan, Established, masih diberi peluang untuk berkambang terus. Begitu juga para penyair epigon dan inkarnatif, boleh menulis terus dengan keharusan segara masuk kedalam Panti Asuhan atau Rmah Perawatan Epigon.
Keempat, majalah sastra Horison tidak perlu dicabut Surat izin Cetak dan Surat izin Terbitnya, hanya di belakang nama lama harus di beri embel-embel kata “Baru”, sehinga menjadi Horison Bar. Masyarakat luas tetap mendapatkan izin membaca satra dan membaca puisi.

TIGA BElAS hari kemudian, di Teater Fakultas Sastra Universitas Indonesia diadakan suatu majelis dengan judul “Jawaban Atas Pengadilan Puisi”. Acara 21 September 1974 itu di selenggarakan Senat Mahasiswa FSUI. Maka lebih tetap sebenarnya acara Rawamangun itu di ubah judulnya “Jawaban Atas Pengadilan Puisi”tetapi “Jawaban Marah Terhadapa Slamet Kirnanto”. Aneh pula, Slamet Kirnanto minta maaf di Rawamangun.

Slamet Kirnanto : Kepada majelis peradilan sekarang ini saya akan menyampaikan sebuah karikatur yang menggambarkan betapa makin tidak sehatnya ruang kehidupan sasra Indonesia khususnya kehidupan puisi Indonesua, yang menurut pengamatan saya selama ini mengalami semacam polusi dan bahkan manipulasi-manipulasi sehingga menyebabkan sesak tidak sehat, tidak jelas dan sekaliannya jadi brengsek !.

Harry Avelung dalam ceramahnya di Malaysia pernah menyatakan begini: “Percobaan Danarto dan Sutardji Calzoum Bachri emn=ang tidak memuaskan segala lapisan pembaca sastra Indonesia..... aling minimal, keduanya menentukan cara dan pokok menulis yang sudah biasa bagi penulis Indonesia. Adanya masa transisi berarti bahaya pola-pola tiadka lagi memuaskan walaupun pola belum bditetapkan dengan terang. Data kedua-duanya sedang menolong mencarikan jalan baru, jalan ke bawah sadar, yang mempercayai kekuatan perkataan dan keindahan manusia hancur, manusia yang hidup dengan syahwatnya, kesengsaraannya, kematiannya, yang oercaya manusia sendiri Tuhan.”

Sungguh sangat aneh dalam negeri sendiri orang tidak menyadari tentang munculnya gelaja dan kecendrungan-kencerungan baru itu. M.S. Hutagalung, seorang dosen kesusastraan FSUI (meskipun bidangnya kesusastraan dan dikenal sebagai “Kritikus sasra” lantaran rajin dan banyaknya ulasan yang sudah di umumkan baik dalam bentuk bsejumlah buku maupun tulisan yang tersear luas dalam berbagai media majalah dan koran).

Menurut Hutagalung, puncak keberhasilan Subagio adalah sajak “Dab Krmatian Semakin Akrab” dimana kekurangannya dalam kekuatan emosional cukup terpenuhi. Dalam kesempatan itu H.B. Jassin naik pitam menolak keputusan bekas anak didiknya itu. Menurut kritikus kawakan ini, penyair yang terkemuka di Indonesia sekarang ini adalah W.S. Rendra. H.B. Jassin menjatuhkan pilihan pada nomor W.S. Rendra sebgaai penyair terbesar saat ini dengan alasan : Rendra berhasil menggambarkan gagasan-gagasan yang dalam, lekuk-liku kejiwaan yang sulit diraba dan pikiran-pikiran yang tinggi degan kata-kata sederhana dari kehidupn sehari-sehari dan imaji-imaji yang kongkret.

Dari pembacaan saya pada sajak-sajak penyair muda yang tersebar luas di luar Horison dan Budaya Jaya, nampak adanya hasrat, pengamatan, gambaran tentang kehadiran manusiawi, angan-anagan, tempat berpijak dan kadang-kadang behasi menjelajahi yang mistis. Puisi-puisi seperti ini mempunyai kecenderungan-kecendrungan yang nontematis karena penyair tidak hendak berdiri sendiri dibelakang ide-ide atau pesan-pesan. Ini menimbulkan semacam efek tertentu, jangkauan angan-angan dan kekayaan pengalaman batinnya. Pengalaman batin penyair-penyair muda saat ini peastilah berbeda dengan rasa hidup yang tumbuh pada diri sendiri.

H. B. Jassin : dalam pengadilan Puisi ini sudah sewjarnya dihadirkan juga para oenyair dan para kritikus untuk mempertanggung jawabkan apa yang disebut sebagai dosa-dosanya. Mengadili para penyair dan para kritikus in absentia, sedangkan merek tidak melarikan diri dan masih berada di dalam negeri, adalah suatu kelalaian yang tidak boleh terjadi dalam prosedur pengadilan di negeri mana pun yang menghomati keadilan. Yang dijadili in babsentia itu adalah Goenawan Mohammad, sapardi Djoko Damono dan menurut kabar yang di samapaikan secara lisan, juga Subagio Sastrowardoyo dan W.S. Rendra.

Dalam perkembangan kritik sastra di indonesia kita telah mengalami bebrapa fase. Dimana sebelum perang, kita hanya mengenal kritik sastra impresionistis yang tidak didasari  oleh pengetahuan ilmiah tentang kesusastraan, paling-paling hanya sekedar pengetahuan elementer untuk keerluan pengajaran di sekolah menengah. Corak kritik sastra semacam ini berlanjut sampai beberapa tahun sesudah Kemerdekaan, sampai dalam tahun 1950-an Universitas Indonesia mulai menghasilkan penyelidikan-penyelidikan yang terlatih dalam disiplin ilmiah. Larilah dalam dunia kritik sastra kita apa yang dapat disebut kritik sastra akadinamis.

M. S. Hutagalung : pertama-pertama saya telah biasa mendengar pelbagai macam pertanyataan, statement yang terlalu umum dan hampir tidak ada artinya karena serting tidak didukung oleh arguentsi dan pembuktian-pembuktian seperti misalnya : tak ada puisi setelah Chairil Anwar, kritikus Indonesia tidak ada, H.B. Jassin bukan seorang kritikus dan banyak lagi, tetapi tanpa keterangan dan kejelasan. Tentu saja pertanyaan-pertanyaan seperti itu tidak ada artinya. Pernyataan itu sama saja dengan pernyataan yang lain : sebenarnya pengarang di Indonesia, bahkan juga pertanyataan: sebenarnya tidak ada prang atau manusia di Indonesia dan ucapan-ucapan eksrim lainnya.

Saya beranggapan bahwa kritikus yang akan disenangin oelh semua pengarang adalah justru kritikus yang hanya menyanjung-nyanjung semua pengarang. Saya kira, dalam sitiasi seni kita dewasa ini, kita perlu bertanya mengenai fungsi/hakikat sastra untuk kita. Kala kita sadar menganai panggilan zaman kita, kita tak perlu memajukan sajak-sajak yang hany bersifat pemuasan kebebasan khayal pribadi, yang hanya berguna bagi pengarangnya atau beberapa orang di sekelilingnya.


Goenawan Mohamad : Harus diakui, ii hasil akal bagus untuk mengadakan diskusi puisi dengan cara baru. Cara yang lama mungkin dianggap membosankan atau kurang daya tarik. Saya tak bicara tentang penyair yang ketagihan kelpok para kritikus yang memandang penyair sebagai semacam barang konsumsi modern, dan selalu bertanya : ada yang baru, mas ? secara kebetulan, itu pun pertanyaan para langganan tempat pelacuran.

Dalam setiap pencipataan seseorang penyair selamanya ingin melahirkan sesuatu yang sama sekali belum pernah di lahirkannnya. Tapi pada suatu momen ia nanti bisa tersadar bahwa ada sejarah, ada takdur, ada ingatan-ingatan yang melekat. Maka apabila penyair bisa terus-menerus menarik dan memperkaya kita, para penyait sebaliknya bisa menjemukan.

Sekali lagi, toko kita adalah puisi, bukan penyair, yang kita butuhkan adalah puisi yang berharga hingga lebih baik seorang penyair berhenti menulis daripada ia memaksakan diri kasih unjuk tenaganya tapi cuman menghasilkan ampas. Yang paling repot mempermasalahkan kemandegan biasanya justru mereka yang takit kemandegan diri sendiri.

Sapardi Djoko Damono : barangalu bahwa puisi akan mempu membela dirinya senidri, sebab ia adalah bentuk sastra yang paling sulit di larang, ditekan atau dihambat perkembanannya. Apalagi kalau ia sudah jadi beraneka ragam, seperti puisi kita dewasa ini. Dan karen beraneka ragam, ia menjadi penyebab “pertengkaran”. lebih-lebih lagi para penyair adalah jenis manusia yang senang bertengkar. Saya menggangap “Pengadilan Puisi”ndi Bandung itu suatu cara bertengkar yang unik, meskipun bisa juga dianggap sebagai puncak perkembangan “sastra mulut”.

Kecuali tuntutan di buntut naskah itu, saya menilai keseluruhan naskah Slamret Kirnanto itu sebagai sungguh-sungguh, artinya : penulisannya tidak berkhendak membadut, ia mencoba menumbangkan para kritikus , penyair dan majalah sastra yang sudah banyak di kenal, dan kemudian menobarkan Darmanto Jt dan Sutardji Calzoum Bachri (bukakah kedua penyair ini sudah kita kenal juga ?) menjadi raja.

Darmanto Jt : Pada mulanya kita lihat, alangkah sulit penyair indonesia keluar dari bayang-bayang sang penyair : Chairil Anwar. Sitor Itumorang, W.S. Rendra suram di bawah bayangannya. Sajak-sajak sosial Taufiq Ismail, W. S. Rendra dan seterusnya. Para kedunya kita saksikan, betapa malang kritikus sastra kita H. B Jassin, yng sering dibilang terlalu mau mendidik dengan selalu beri senyum pada tiap akademisi, terlalu analistis.

Jadi, apa salahnya kita minta pengadilan untuk puisi, pertama-tama, tentu saja untuk mensahkan hak pusis Indonesia. Ini sangat penting, sebab dengan demikin penyair-penyair sudak tidak lagi dikejar-kejar petanyaan tuntutan. Kemudian yang kedua, ini penting, sebab demikian penyair-penyair akan mengerti mana yang boelh di rulis atau di puisikan dan mana yang tidak. 

Senin, 17 April 2017

SANG PENDIRI KOTA SAMARINDA



DESKRIPSI PERJALANAN

Kami Sastra Indonesia 2016 Kelas A dan B melakukan perjalanan ke Samarinda Seberang untuk mendatangin Makam LAMOHANG DAENG MANGKONANG  pada tangga 8 April 2017.

Kami kesana menggunakan kendaraan sendiri karna tidak terlampau jauh dari fakultas kami, kami berkumpul di kampus saat pukul 08.00 WEB dan berangkat pukul 10.30 WEB. Waktu yang kita lewati untuk sampai tempat tujuan tidak sampai 30 menit dari kampus kami.

Sesampai sana kita menyapa Perawat Makam atau Juru Kunci Makam, kemudian kita masuk ke makam untuk melakukan penjelasan yang di jelaskan oleh perawat Makam atau Juru Kunci Makam. Makam LAMOHANG DAENG MANGKONANG merupakan tempat sejarah budaya yang ada di Samarinda yang sering di datangin oleh Masyarakat setempat maupaun Wisatawan. Kita mendengarkan sejarah dari seorang LAMOHANG DAENG MANGKONANG pendiri Kota Samarinda yang telah di tunjuk oleh Raja Kutai Karta Negara untuk menjadi pemimpin wilayah baru di pinggiran sungai Makaham dan akhirnya wilayahnya menjadi Kota Samrinda sekarang.

Setelah mendengar banyak tentang sejarah Beliau kita di ajak untuk berkeliling melihat-lihat makam yang lain di sekitar makan Beliau. Yang merupakan para pengikut Beliau yang juga di makamkan di dekat makam Beliau meski tak semua pengikut Beliau yang makamnya ada disana. Tak lupa pula kita mendokumentasikan dengan memfoto Makam-makam yang ada disana sebagai bukti sejarah yang pernah kita pernah kunjungin atau mungkin sebagai kenang-kenagan kita.

Tak lama setelah berkeliling dan melihat-melihat dan mendokumentasikan dengan menfoto-foto. Kita bersiap-bersiap untuk pulang dan berterima kasih kepada Bapak Juru Kunci Makam telah memberi kita ilmu tentang sejarah orang yang juga sangat bersejarah di Kota Samarinda dan berpamitan pulang.


DEFINISI DAN JENIS LEGENDA

Legenda menurut pelajaran kesusastraan Indonesia adalah salah satu bagian dari dogeng yang mencerutakan tentang asal-usul binatang, tempat dan tumbuhan (Rosalina.2006.156).

PROFIL LAMOHANG DAENG MANGKONANG

Lamohang Daeng Mangkonang merupakan masyarakat suku Wajo yang berlayar atau merantau di tanah kalimantan dengan rombongannya yang di perkirakan 200orang pada tahun 1665. Lamohang Daeng Mangkonang mendatangin Raja Kutai Kartanegara untuk kebaikan hatinya untuk menerima kelompok Lamohang Daeng Mangkonang untuk tinggal di tanah kalimantan. Kemudian Raja Kutai Kartanegara memberi tempat untuk kelompok Lamohang Daeng Mangkonang di daratan rendah Sungai Mahakam(Aziz.2006.20).

Karna kebaikan hati dan kerendahan hati Lamohang Daeng Mangkonang, Raja Kutai Kartanegara memberikan kehormatan untuk menjadikan Lamohang Daeng Mangkonang, sebagai pemimpiin wilayah tersebut. Dulu di sebut sebagai Sama Rendah dan sekarang adalah Samarindah. Jadi Lamohang Daeng Mangkonang merupakan kepercayaan yang di suruh Raja Kutai Kartanegara Membentuk atau pendiri Kota Samarinda.

SANG PENDIRI KOTA SAMARINDA


Makam Lamohang Daeng Mangkonang merupakan tempat berjerah di indonesia terutama bagi Kalimantan Timur. Makam tersebut sudah di jadikan Cagar Budaya Nasional bukan hanya Cagar Budaya Daerah, dan di akui oleh Pusat makam ini sudah di perkirakan sekitar 300th. Lamohang Daeng Mangkonang merupakan seseorang yang berjasa di tanah Kalimantan Timur, Beliau merupakan seorang pendiri Kota Samarinda saat ini.

Beliau merupakan seorang pemimpin suku Wajo dari Sulawesi yang merantau untuk berlindung dari kekacauan yang ada disulawesi. Bermula dari perkelahian suku Bone dan Wajo di tanah Sulawesi, karna Maltolla sorang anak bangsawan Bone yang di tikam oleh anak bangsawan Wajo (Balham.2009.17). Karna pertengakarn semakin memanas dan suku Wajo mulai terpuruk akhirnya para pendudukan dan beberapa bangsawanan lain mencari tempat berlindung dan merantau.

Rombongan di bagi menjadi dua ke Kalimantan, ke wilayah utara Kalimantan timur di pimpin oleh Panglima Limboto, sementara rombongan yang di pimpin Lamohang Daeng Mangkonang tiba di wilayah Kerajaan Kutai (Aziz.2006.18).

Setelah itu Rombongan Lamohang Daeng Mangkonang menuju daerah Kerajaan Kutai yang masih berpusat di Kutai Lama. Rombongan Lamohang Daeng Mangkonang bermaksud meminta perlindungan dengan Raja Kutai. Sesampai sana Lamohang Daeng Mangkonang bersujud untuk meminta perlindungan serta meminta izin untuk tinggal dan mengabdi pada Kerajaan Kutai. Karna kesungguhan mereka Raja Aji Pangeran Dipati Mujo Kesumo mengabulkan oermintaan mereka (Balham.2009.19)

Raja Aji Pangeran Dipati Mujo Kesumo memberikan mereka tempat di daerah daratan rendh tepi sungai mahakam yang cocok untuk usaha pertanian, perikanan dan perdagangan (Aziz.2006.20). Di maksudkan raja untuk mereka di tempatkan mereka agar lebih mudah untuk melakukan kegiatan-kegiatan karna sangat strategis. Lebih mudah untuk melakukan pelayaran perdagangan untuk menyebrang sungai mahakam tidak-tidak jauh dari pemukiman.

Lamohang Daeng Mangkonang diberi kepercayaan sebagai petinggi di daerah tersebut dengan di beri gelar “Poa Adi” (Balham.2009.20) Sekian berjalannya waktu wilayah tersebut mulai ramai dan makmur membuat Raja Kutai Kartanega senang akan perubahan itu. Rumah-rumah masyarakat saat itu tak ada beda semua sama meski milik bangsawanan atau pun rakyat jelata, semua sama jaraknya di ats permukaan air, di tambah kondisi daratan disekitar sungai yang renda atau rendah (Aziz.2006.22)

Mulai banyak masyarakat perantau pada berdatangan mulai dari orang-orang sulawesi dan banjar yang mulai menetap disana (Balham.2009.20). Meski masih banyak masyarakat yang menganur Agama Hindu, sebagaian pun ada masyarakat yang sudah menganut Agama Islam. Karena penduduk disitu berbeudi dan rendah hati kemudian daerah di sebut dengan nama “Sama Rendah” yang kemudian lama-lama disebut dengan Samarinda (Balham.2009.20).


Dari corak makam Lamohang Daeng Mangkonang sudah di pastikan saat Beliau merantau sudah memeluk Agama Islam. Sehingga saat beliau sudah menetap di tanah Kalimantan ini Beliau memang sudah Islam.

Makam disana asli semua tidak ada yang di ubah, kayunya tidak di ketahui itu kayu dari kalimantan atau kayu yang di bawa dari sulawesi. Kalau orang merantau jaman dulu yang yang di bawa adalah pertama bawa senjata, kedua bawa kemaluan mksdnya jangan malu-maluin rantai di tempat orang harus menjaga nama baik kampung kita jaga nama baik diri kita kita di terima baik dan harus baik pula, yang ketiga bawa nisan karna dulu tidak ada komunikasi suatu saat menginggal dengan nisan itu bisa di ketahuin anak cucu yang sedang mencari tetapi sudah meninggal (Sumber : muatan pak syamsul di koran).

Arus pendatang semakin padat mulai di buka kampung-kampung oleh masyarakat pendatang atau perantauan. Yang membuka Kampung Bugis yang dulu di sekitar Kantor Minando Distrik Militer Kota Samarinda. Kemudian kampung-kampung di daerah Sungai Kunjang, Loa Bakung, Loa Buah, Air Putih, Kampung Selili, hingga Sungai Kerbau dan lainnya (Makkawaru.2003.26)

Memang keadaan di daerah tersebut jadi berbalik maju. Tadinya Samarinda yang di bangun Lamohang Daeng Mangkonang adalah pusat perwakilan Kerajaan Kutai. Kemudian jadi berubah karena Belanda membangun Kota dengan perkembangan yang lebih maju dan kemudian menyatukan daerah seberang sungai menjadi Kota Samarindaa yang kini disebut sebagai pusat pemerintahan Provinsi Kalimantan Timur(Balham.2009.21). Kemudian kemimpinan Lamohang Daeng Mangkonang di ambil alih oleh Belanda karna wilayah mereka sudah di kuasa oleh Belanda saat itu.


Sampai sekarang keluarganya beliau belum di ketahui karna perantauannya terputus dari beliau, banyak yang mengaku keturunan atau keluarganya. Tapi kita juga tidak tau benar atau tidak, orang dahuku harus jelas sila-sila keluarga sebenarnya untuk menjelaskan benar keluarganya atau tidak. Pernah ada peneliti dari sulawesi namanya pak hasan, membidangi 8 wilayah/ provinsi dari wilayah  timur, namun memang sejarahnya terputus sejarah keluarganya, bukan hanya keluargnya dari BPCB nama istri beliau belum di ketahui.

Pastinya meninggalnya kapan Beliau itu belum di ketahui sampai sekarang cuman di peringati tnggl 21 januari di peringati sebagai hari jadi kota smd. Beliau juga di peringati sebagai pendiri kota Samarinda  juga belum di pastikan itu hari meninggalnya kah atau apa. Sampai sekarang BPCB belum tau pasti tanggal meninggalnya.


Di sekitar makam Lamohang Daeng Mangkonang ada beberapa macam yang di perkirakan merupakan makam para pengikut Beliau pada saat dulu. Yang di perkirakan pengikut Beliau adalah 200 orang dari bangsawan dan rakyat jelata, saat datang ke tanah Kalimantan ini. Tetapi tak semua pengikut Beliau di makamkan di dekat makam Beliau karna di itung dari jumlah nisan yang ada di sana.

Harapan saya terhadap makan Lamohang Daeng Mangkonang akan lebih di pandang lagi masyarakat lokal sebagai Cagar Budaya Nasional. Sebagai bukti sejarah kota Samarinda itu sendiri, lebih mengenal kota yang di huni dan ke baikan dan sengguhan hati seorang perantauan yang mengabdi akan pemimpinnya untuk menjaga wilayah rataua yang di berikan kepadanya. Semoga masyarakat yang mendatangin Makam Lamohang Daeng Mangkonang dapat lebih banyak dapat pengalaman dan sejarah akan kota Samarinda.

Makam Lamohang Daeng Mangkonang juga dapat di jadikan Objek Wisata yang bagus saat masyarakat luar ingin menjelajahi kota Samarinda. Agar lebih tau banyak akan Seorang Pendiri kota Samarinda saat ini yang ramai dan banyak di kunjungin para perantauan dari pulau lain.

DAFTAR PUSTAKA

Aziz,Abdul.2006.Samarinda Dalam Lensa.Samarinda : Humas Pemkot Samarinda.

Balham,Johansyah.2009.Riwayat Samarinda & Cerita Legenda Kalimantan Timur.Samarinda : Biro Humas Pomprev Kalimantan Timur.

Makkawaru,A. “Acho).2003.Meraju Kembali Sejarah Kota Samarinda.Samarinda : Pemerintah Kota Samarinda.

Rosalina.2006.Panduan Belajar Bahasa dan Sastra Indonesia untuk SMA dan MA kelas XII. : PT. Gelora Aksara Pratama.